Nyadran Gunung Tenong: Merawat Tradisi, Menjaga Alam di Blitar
Setiap tahun, ketika Bulan Selo tiba, Dusun Bintang, Desa Ngaringan, Kecamatan Gandusari, Kabupaten Blitar, dalam suasana kekhusyukan dan gotong royong. Bukan tanpa alasan, di hari Kamis Legi pada bulan penanggalan Jawa tersebut, masyarakat Dusun Bintang menggelar tradisi bersih dusun yang dikenal dengan sebutan Nyadran Gunung Tenong. Ini adalah sebuah ritual budaya yang tak hanya menjadi ajang silaturahmi, tetapi juga manifestasi nyata dari hubungan harmonis antara manusia, leluhur, dan alam.
Akar Tradisi dan Makna Filosofis
Nyadran Gunung Tenong bukan sekadar acara seremonial. Tradisi ini berakar kuat pada kearifan lokal masyarakat Jawa, khususnya dalam menghormati para leluhur dan memohon keselamatan serta keberkahan dari Tuhan Yang Maha Esa. Gunung Tenong sendiri diyakini sebagai tempat sakral yang memiliki nilai spiritual tinggi bagi warga Dusun Bintang. Lokasinya yang berada di bukit, seolah menjadi jembatan penghubung antara dunia manusia dan alam gaib.
Kata "Nyadran" berasal dari bahasa Sanskerta "sraddha" yang berarti keyakinan. Dalam konteks ini, Nyadran adalah wujud keyakinan dan penghormatan terhadap para pendahulu yang telah membuka jalan bagi kehidupan di Dusun Bintang. Selain itu, kegiatan ini juga menjadi momentum untuk membersihkan diri, membersihkan lingkungan, dan membersihkan hati.
Rangkaian Acara yang Sakral dan Meriah
Persiapan Nyadran Gunung Tenong biasanya dimulai beberapa hari sebelumnya. Warga bergotong royong membersihkan jalur menuju puncak Gunung Tenong, termasuk membersihkan area sekitar punden atau makam leluhur yang berada di sana. Puncak acara Nyadran Gunung Tenong diawali dengan arak-arakan warga menuju puncak gunung. Mereka membawa berbagai macam sesaji, mulai dari nasi tumpeng dengan aneka lauk pauk, jajanan pasar tradisional, hingga hasil bumi yang melimpah.
Di area Gunung Tenong, doa-doa dipanjatkan oleh sesepuh adat dan tokoh masyarakat. Mereka memohon agar Dusun Bintang selalu dilimpahi keberkahan, jauh dari mara bahaya, dan pertanian mereka menghasilkan panen yang melimpah. Setelah prosesi doa selesai, acara dilanjutkan dengan kenduri atau makan bersama. Makanan yang dibawa dari rumah-rumah warga disatukan dan dinikmati bersama-sama, melambangkan kebersamaan dan rasa syukur.
Menjaga Warisan Budaya dan Keseimbangan Alam
Nyadran Gunung Tenong adalah bukti nyata bahwa tradisi dapat terus hidup dan relevan di tengah modernisasi. Lebih dari sekadar ritual, kegiatan ini juga memiliki dampak positif terhadap kelestarian lingkungan. Dengan kegiatan bersih-bersih rutin, masyarakat secara tidak langsung turut menjaga kebersihan dan kelestarian alam di sekitar Gunung Tenong.
Bagi generasi muda Dusun Bintang, Nyadran menjadi sarana untuk memahami dan melestarikan warisan budaya leluhur. Mereka diajarkan tentang pentingnya menghormati tradisi, menjaga kebersamaan, dan bersyukur atas karunia Tuhan.
Nyadran Gunung Tenong di Dusun Bintang, Desa Ngaringan, adalah sebuah permata budaya yang patut dilestarikan. Ia adalah cerminan dari semangat kebersamaan, penghormatan terhadap leluhur, dan keselarasan dengan alam yang telah lama menjadi pilar kehidupan masyarakat Jawa.